Jumat, 18 September 2015

CERPEN

MIMPIKU TERGADAI DI KAWASAN INDUSTRI

Hari ini pengumuman kelulusan siswa SMA,semua siswa menyambutnya dengan perasaan deg-degan. Jangan-jangan tidak lulus,lulus gak ya? Kali gak lulus gimana ya? Begitulah kira-kira yang terpikir setiap murid hari itu. Hingga saatnya tiba guru membagikan amplop kepada setiap siswa dan menyuruh mereka membukanya secara serempak.

Alhamdulillah.... Kita lulus

Seluruh siswa mengucap hamdalah tanda syukur karena telah lulus,isak tangis bahagia bercampur haru mewarnai acara kelulusan hari itu.
Akhirnya perjuangan selama tiga tahun terbayar dengan kelulusan.

Via,salah satu siswa berprestasi di sekolah itu sangat bahagia,hari itu ia lulus dengan nilai ujian tertinggi,alangkah bahagianya semua bisa tercapai sesuai harapan,selama ini Via adalah murid yang selalu mendapat peringkat di kelasnya,Via sering mewakili sekolah dalam berbagai lomba dan sering kali ia menjadi juara,terutama dalam bidang sastra.

Setelah lulus SMA setiap anak pasti ingin melanjutkan ke bangku kuliah,begitu juga dengan Via,harapannya ia bisa masuk salah satu universitas negeri dan mengambil kuliah jurusan sastra,sudah terbayabg di benaknya,menjadi Mahasiswi sastra di salah satu universitas ternama,setiap hari ke kampus belajar dengan dosen-dosen,aktif dalam organisasi,pulang ke kostan mengerjakan tugas,pergi ke perpustakaan membaca buku-buku,berdiskusi dengan mahasiswa lainnya tentang sastra,bergelut dengan buku,laptop,makalah,skripsi dan lainnya.

Namun terkadang kenyataan tak sesuai harapan,Via anak cerdas berprestasi namun orangtuanya bukan orang kaya,mereka tak punya cukup uang untuk membiayai cita-cita sang anak,terlebih ketiga adik Via yang masih kecil harus bersekolah,Vika tahun ini masuk SMA,Aldi naik kelas 2 SMP,dan si bungsu Alfin masih kelas 5 SD,sedangkan Bapak mereka hanya bekerja sebagai kuli bangunan dan Ibu mereka terbaring sakit selama dua tahun ini akibat penyakit stroke yang dideritanya.

Via terpaksa membuang jauh-jauh mimpinya untuk menjadi mahasiswi sastra,ia tahu tidak semua harapan harus jadi kenyataan,tidak semua mimpi harus terwujud jadi nyata,beberapa mimpi mungkin harus diikhlaskan dan sekaraang waktunya Via membantu meringankan beban sang Bapak dalam masalah ekonomi. Sebenarnya Via masih berharap akan adanya beasiswa agar dia masih bisa kuliah sambil bekerja,tapi semua sia-sia di negeri ini banyak orang pintar tapi tidak diperhatikan sang petinggi negeri mereka lebih asyik memperkaya diri daripada mensejahterakan rakyat.

Akhirnya Via meminta izin kepada Bapak,dan pergi merantau ke daerah Cikarang bersama salah satu tetangganya yang sudah bekerja di sana,sedih hatinya ketika harus meninggalkan rumah dan juga adik-adiknya,Vika menangis dan memaksa untuk ikut,dia rela tidak melanjutkan ke SMA asal bisa ikut serta membantu kedua orangtuanya. Tapi Via tidak rela jika sang adik harus putus sekolah biarlah Via tidak kuliah asal Vika,Aldi dan Alfin tetap bisa melanjutkan sekolahnya.

Bapak melepas kepergian putri sulungnya dengan perasaan pedih,Via seharusnya menghabiskan waktunya di bangku kuliah,menikmati pendisikan sesuai keinginannya tapi apa daya,penghasilannya sebagai kuli bangunan tidak cukup untuk memenuhinya,bahkan untuk makan sehari-hari pun mereka masih susah,ketiga adik Via masih kecil dan harus sekolah sedangkan Ibu mereka hanya bisa menagis di tempat tidur melepas kepergian putri sulungnya.

Setibanya di Cikarang,Via mulai mengurusi syarat-syarat melamar pekerjaan,dengan dibantu Kak Tiara ttangganya yang sudah lebih dulu bekerja disana,Via mencoba melamar pekerjaan di setiap perusahaan yang membuka lowongan,setiap hari Via berjalan-jalan di kawasan industri dengan memakai pakaian hitam putih dan berjilbab hitam,tangannya memegang beberapa amplop lamaran pekerjaan,dari pagi sampai siang Via berjalan mengelilingi kawasan industri,bertanya kepada setiap security perusahaan apakah ada lowongan pekerjaan atau tidak,meskipun kadang jawabannya tudak sesuai harapan,dan kadang Via bisa sekedar menitipkan lamaran. Saat lelah Via mencoba beristirahat di pinggir jalan,banyak juga orang berjalan-jalan memakai pakaian hitam putih mencari pekerjaan,kegiatan seperti ini terkenal dengan istilah ngebolang,atau berjalan-jalan di kawasan industri mencari kerja,mereka adlah anak-anak yang baru lulus SMA atau orang-orang yang kontrak kerjanya telah berakhir sehingga harus mencari pekerjaan baru.Sistem kerja kontrak memang melelahkan,setiap masa kontrak habis maka harus mencari lagi pekerjaan baru.

Via ingat cerita Kak Tiara,yang sudah dua kali mengalami habis kontrak kerja dan harus mencari pekerjaan baru,sekarang Kak Tiara sudah bekerja di salah satu perusahaan otomotif dan bekerja di bagian operator produksi dengan sistem shifting.

Pandangan mata Via menerawang jauh,terbayang Bapak sekarang sedang bekerja mengangkut adukan semen dan pasir di bawah terik matahari,lalu sedang apa Vika,Aldi dan Alfin? Bagaimana MOS nya Vika di SMA dia pasti tidak membeli sepatu baru karena Bapak belum punya uang. Apakah Aldi masih suka pulang sekolah menumpang truk yang lewat? Alfin tidak punya sepeda untuk ke sekolah kadang dia jalan kaki atau menumpang truk. Lalu bagaimana dengan si bungsu Alfin? Apakah dia masih asyik bermain layangan di sawah? Dia sebenarnya ingin bermain PSP seperti tetangganya tapi Alfin tidak pernah bilang karena tahu bagaimana keadaan ekonomi keluarganya,meskipun masih kecil tapi Alfin mengerti bahwa orangtuanya bukan orang kaya. Lalu bagaimana dengan Ibu? Sudah makankah beliau? Mungkin sekarang beliau sedang duduk dikursi rodanya di depan pintu menunggu Alfin pulang sekolah,makan apa mereka hari ini? Masih adakah beras di rumah? Apakah hari ini kaki Bapak tidak berdarah terkena batu saat bekerja?. Air mata Via tidak tertahan,pipinya basah,ingin sekali ia segera mendapat pekerjaan dan membantu ekonomi keluarganya,dia tidak ingin adik-adiknya tidak sekolah,Via ingin Ibunya bisa membeli kursi roda baru karena kursi roda lamanya seperti sudah tidak nyaman dipakai,Via juga ingin membelikan sepatu baru untuk Vika meskipun gadis abg itu tidak pernah mengeluh tentang sepatu robeknya,kasian juga Aldi setiap hari harus menumpang truk padahal itu berbahaya karena dia harus melompat naik ke atas truk kalo saja dia punya sepeda dia tidak harus melakukan hal berbahaya itu,air mata Via terus mengalir ketika ingat si bungsu Alfin yang hanya bisa diam melihat t man-temannya bermain PSP. Andai saja Via sudah mendapatkan pekerjaan,ingin sekali ia mewujudkan semua itu,Via juga ingin membuatkan warung kecil didepan rumah,agar Bapak bisa berjualan gorengan tidak bekerja sebagai kuli bangunan,Via sering tidak tega melihat Bapak pulang kerja dengan kaki berdarah terkena batu jika Bapak membuka warung Bapak bisa juga setiap waktu melihat kondisi Ibu,sering kali Ibu ditinggal sendiri di rumah padahal keadaan beliau seperti itu hanya terbaring di atas tempat tidur atau hanya duduk dikursi roda.

Biarlah Via mengubur cita-citanya,mengikhlaskannya untuk hal yang lebih penting,keluarganya lebih membutuhkan bantuannya,membantu Bapak jauh lebih mulia,meskipun hatinya sering kali teriris melihat beberapa sahabatnya bercerita tentang perkuliahan mereka,akh seharusnya Via pun berada disana,tapi dia harus ikhlaskan semuanya demi membantu orangtua dan ketiga adiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar